Selasa, 14 Juni 2011

InsyaAllah Berbagi Harta dengan Keluarga Mertua

InsyaAllah Berbagi Harta dengan Keluarga Mertua


Bismillaahirrahmaaniraahiiiim....

Suatu fikiran menguasai diri....... hmm,,, bila tuntutan. Membantu perekonomian keluarga sentiasa mengikat....
Siapapun ta dafat menghapus jejak bahawa sebelum menikah dan membina kehidupan RumahTangga. Setiap manusia lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga, seorang lelaki atau perempuan dibina untuk menanggung beban tanggungjawab hidup dalam keluarga. mengingat ini tentu kita ta dapat melupakan peran orangtua dalam merawat, mendidik baik diri ini. Disebalik peran tersebut, sudahtentu banyak pengorbanan yang dilakukan oleh orangtua dan keluarga hingga kita dapat menjelma menjadi sosok seperti sekarang ini.
Pemgorbanan yang dilakukan oleh orangtua tentu tidak ada yang berpamrih. Namun tentunya kita semua sedar bahawa orangtua kita semakin hari kondisi fisiknya semakin berkurang, bahkan memasuki kondisi renta. bila bukan kita yangmenanggung atau meringankan beban tersebut, lalu siapa lagi?
InsyaAllah pemahaman seperti ini harus benar-benar dimiliki siapapun yang akan menikah, bahawa apapun yang terjadi hari ini, ta dapat terlepas dari pengorbanan orangtua. Komitmen untuk saling menerima apa adanya begitu penting untuk ditumbuhkan sedariawal pernikahan diniatkan.
Ada beberapa pasangan yang munkin terlahir dari keluarga berkecukupan, sehingga ta ada himbauan untuk meringankan beban ekonomi keluarga setelah menikah. Namun ta jarang pasangan justeru lahir dari keluarga yang kurang berada, sehingga dia yang kita pilih untuk mendampingi hidup, masih harus berbagi penghasilan untukmenghidupi keluarga.
Terfikir....menyikapi keadaan perekonomian keluaga ketika itu, kesiapan kita diuji untuk menerimanya apaadanya. dikala kondisi keuangan masih ''aman-aman saja'', munkin ita masih tersenyum lepas padanya saat berbagi.namun dikala keuangan tengah sulit, masihkah kita melapangkan dada untuk tidak menyesali pilihan yang jatuh padanya?
Kita tentu sedar sejakawal, pernikahan tidak hanya dengan orang yang kini ada disisi kita. Namun, juga keluarga dan segenap kondisi yang terjadi dalam keluarganya.


Saat IJAB QABUL terucap, detik itupula beban yang menggelayuti pasangan dan keluarganya adalah beban yang mahu tidak mahu harus kita tanggung.


Apakah Menikah bererti menambah beban hidup? Tentu tidak!, sebab Rasulullah Shallallahu 'alayhi Wassallaam berpesan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abi Ad-Dunya. ''Bahawa amal kebajikan yang dicintai Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah: membahagiakan sesama Muslim dengan menghilangkan kesusahan hidupnya, membayar hutangnya, dan menjauhkan dari kelaparan''. so.. kewaiban untuk menghilangkan nestapa dari kehidupan muslim yang lain adalah kewajiban mendasar setiap Muslim.


Khusus Mereka yang telah mengikatkan diri dalam aqad pernikahan,...
Rasulullah Shallallhu'alayhi Wassallam bersabda:''Al Aqrabun Aula bil Ma'ruif''=kerabat lebih utama untuk diberi bantua. Memberi kepada kerabat yang terdekat termasuk keluarga suami atau keluarga isteri adalah lebih utama.
Secara mikro, ini dima'sudkan menjadikan keluarga sebagai pilar utama pendukung da'wah dan sebagai penopang utama kegiatan kita dijalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Secara makro, seandainya semua muslim berbagi dan memperhatikan keluarganya terlebih dahulu dengan segenap kemampuan yang dimiliki. akan semakin sedikit faqir miskin yang membutuhkan bantuan. sebab mereka telah lebih dahulu terlindungi oleh keluarga. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, ''Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haqnya, kepada orang miskin, dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudaranya syaithan dan syaithan itu amat inkar kepada Tuhan-Nya.'' Al-Israa' 26-27

Lalu bagaimana jika keuangan yang kita miliki pun ta mencukupi kebutuhan?
disinilah pentingnya membicarakan hal yang sensitif ini dengan pasangan. Bicarakan dengan lapangdada untuk membuat perencanaan anggaran kebutuhan keluarga. Meski telah berumahtangga bertahun-tahun bukan ta munkin cara pandang tentang kebutuhan masih sangat berbeza.
Boleh jadi, sesuatu yang dianggap ta terlalu penting bagi kita adalah sesuatu yang ta dapat ditawar lagi keberadaannya. misal,...diIndonesia ada yang namanya ''Angkot''(angkutan umum) bagi isteri, naik angkutan umum ke berbagai tujuan bukan masalah. Namun, dari sudut pandang sang swami, keberadaan sepeda motor adalah hal yang mutlak diperlukan kerana lebih efisien dalam waktu dan lebih irit pengelluaran kerana bahan bakar lebih murah dibandingkan dengan terus menerus membayar angkot.
hmmm...memperhitungkan segala efisiensi dalam segala hal, faktor keamanan dan kenyamanan, serta besar mana pengeluaran yang harus disiapkan untuk membayar cicilan motor berikut pemeliharaan setiap bulan dengan ongkos membayar angkot, tentu perlu pembicaraan yang serius dan lapangdada.
Marilah bersama memperhitungkan setiap hal dengan ditail, sehingga terlihat mana kebutuhan yang benar-benar harus dipenuhi dengan kebutuhan yang masih dapat dikompensasikan dengan yang lebih murah atau malah ditiadakan sama sekali. Bersama membicarakan alokasi keuangan keluarga begitu sangat penting. disamping akan mencapai kesefahaman akan kebutuhan keluarga, sikap untuk saling menghargai akan sesuatu yang dianggap penting sesama pasanganpun insyaAllah akan semakin terbangun.
Hal yang ta kalah penting dalam membuat alokasi anggaran ini adalah kesedaran untuk menyisihkan sebahagian dari pendapatan untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Ta perlu merasa malu bila kita hanya dapat berbagi sedikit, sesuai dengan kemampuan yang kita milki. Kerana Rasulullah Shallallahu'alayhi Wassallam mengingatkan untuk selalu berbagi pada saat lapang mahupun sempit.  Bukan hanya saat kita memiliki kelebihan harta saja. Dan yaqinlah Bahawa Allah Subhanahu Wa Ta 'ala tidak akan memiskinkan hambaNya kerana menolong oranglain. Resapilah pesan RasulNya; ''Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan sawdaranya, Maka Allah akan memenuhi kebutuhannya, barangsiapa yang mengeluarkan seorang muslim dari kesusahan (didunya) maka Allah akan mengeluarkannya dari kesusahan hari qiyyamat dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari qiyyamat.'' Riwayat Bukhari, Muslim, dan Abu Dawwud

Satu hal lagi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala Maha Kaya menjamin bahawa orang-orang yang menikah kerana-Nya pasti akan menjadi kaya, ''Jika mereka miskin, Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan memampukan mereka dengan kurnia-nya. Dan Allah Maha Luas (PemberianNya) lagi Maha Mengetahui.'' An Nur 32

So,. ta perlu merasa kehilahan ketika harus memberi pada  keluarga dan orang-orang yang membutuhkan lainnya. Kerana kita adalah orang-orang kaya dan akan selalu dijamin kekayaannya oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.......
Subnanallaah...walhamdulillaah walaa ilahaillallaah allaahuakbar...................

Selasa, 08 Februari 2011

Rahasia dibalik Kata الحياء (Malu) dalam Bahasa Arab

Pembaca mulia, kata “malu” dalam bahasa Arab adalah الحياء /al-hayaa`/. Kata ini, merupakan derivat dari kata الحياة /al-hayaah/, yang artinya adalah “kehidupan”. Selain الحياء, contoh derivat lain kata الحياة adalah حيا /hayaa/, yang artinya hujan”. Apa kaitan antara hujan dan kehidupan? Kaitannya adalah bahwa hujan merupakan sumber kehidupan bagi bumi, tanaman, dan hewan ternak.
Dalam bahasa Arab, al-hayaah “kehidupan” mencakup kehidupan dunia dan akhirat.
Lalu, kembali ke pokok bahasan utama, apa kaitan al-hayaa` “malu” dengan al-hayaah “kehidupan”?
Jawabannya adalah karena orang yang tidak memiliki rasa malu, ia seperti mayat di dunia ini, dan ia benar-benar akan celaka di akhirat.
Orang yang tidak memiliki rasa malu, tidak merasa risih ketika bermaksiat.
Ketika ia mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya dan memamerkan auratnya, ia tidak merasa bahwa itu adalah perbuatan yang menjijikkan….
Ketika ia berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya di tengah keramaian, ia tidak peduli dengan tatapan heran manusia…
Ketika ia melanggar setiap larangan Allah, ia anggap sebagai rutinitas, seolah-olah dia tidak merasa bahwa dirinya hina…
Benar, ia seperti mayat. Ya! apapun yang terjadi di sekitar mayat, tiada kan dapat mendatangkan manfaat baginya…
Maka, benarlah perkataan Ibnul Qayyim

ومن عقوباتها ذهاب الحياء الذي هو مادة الحياة للقلب وهو أصل كل خير وذهاب كل خير بأجمعه

Di antara dampak maksiat adalah menghilangkan MALU yang merupakan SUMBER KEHIDUPAN hati dan inti dari segala kebaikan. Hilangnya rasa malu, berarti hilangnya seluruh kebaikan.
(الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي, hal. 45)
Ini sebagaimana sabda Nabi

الحياء خير كله

/Al-hayaa` khairun kulluhu/
“Rasa malu seluruhnya adalah kebaikan”
(Shahih Muslim: 87)
Oleh karena itu, seseorang yang bermaksiat dan terus menerus melakukannya, dikatakan sebagai orang yang tidak tahu malu. Nabi bersabda

إن مما أدرك الناس من كلام النبوة الاولى اذا لم تستح فاصنع ماشئت

“Sesungguhnya termasuk yang pertama diketahui manusia dari ucapan kenabian adalah jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu!”
(Shahih Bukhari: 5769)
Dalam menjelaskan maksud hadits di atas, Ibnul Qayyim berkata,

والمقصود ان الذنوب تضعف الحياء من العبد حتى ربما انسلخ منه بالكلية حتى ربما انه لايتأثر بعلم الناس بسوء حاله ولا باطلاعهم عليه بل كثير منهم يخبر عن حاله وقبح ما يفعله والحامل على ذلك انسلاخه من الحياء وإذا وصل العبد الى هذه الحالة لم يبق في صلاحه مطمع

Maksudnya, dosa-dosa akan melemahkan rasa malu seorang hamba, bahkan bisa menghilangkannya secara keseluruhan. Akibatnya, pelakunya tidak lagi terpengaruh atau merasa risih saat banyak orang mengetahui kondisi dan perilakunya yang buruk. Lebih parah lagi, banyak di antara mereka yang menceritakan keburukannya. Semua ini disebabkan hilangnya rasa malu. Jika seseorang sudah sampai pada kondisi tersebut, tidak dapat diharapkan lagi kebaikannya.(الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي, hal. 45)
Akhirnya, saya akhiri risalah ini dengan mengutip lagi perkataan Ibnul Qayyim

ومن استحي من الله عند معصيته استحى الله من عقوبته يوم يلقاه ومن لم يستح من الله تعالى من معصيته لم يستح الله من عقوبته

Barangsiapa malu terhadap Allah saat mendurhakaiNya, niscaya Allah akan malu menghukumnya pada hari pertemuan dengan-Nya.
Demikian pula, barangsiapa tidak malu mendurhakaiNya, niscaya Dia tidak malu untuk menghukumnya.
Referensi:
Kitabالجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي yang juga dikenal dengan nama الداء والدواء, karya محمد بن أبي بكر أيوب الزرعي أبو عبد الله (yang dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah). Penerbit: دار الكتب العلمية – بيروت (via software المكتبة الشاملة).
Senin, 4 januari 2010
Seusai Shalat Shubuh di Masjid Al-Ashri
Abu Muhammad Al-‘Ashri
http://alashree.wordpress.com/2010/01/04/rahasia-malu-arab/
===============================
Lihat Pula Artikel Rahasia Bahasa Arab yang Lain:

Jumat, 04 Februari 2011

Campur Tangan AS Di Mesir Kian Terserlah

Campur Tangan AS Di Mesir Kian Terserlah

DOA BERSAMA SETELAH SHALAT

DOA BERSAMA SETELAH SHALAT

Oleh Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Minggu, 06 Mei 2007 - 00:04:28
Hit: 14949


Tanya: Saya menyaksikan sebagian orang-orang yang shalat berjamaah seusai mereka shalat, mereka berdoa dengan bersama-sama, setiap kali mereka selesai shalat, apa hal ini dibolehkan? Berilah kami fatwa semoga Anda mendapat balasan di sisi-Nya.

Jawab: Berdoa setelah shalat, tidak mengapa. Akan tetapi setiap orang berdoa sendiri-sendiri. Berdoa untuk dirinya dan saudaranya sesama ummat Islam. Berdoa untuk kebaikan agama dan dunianya, sendiri-sendiri bukan bersama-sama.
Adapun berdoa bersama-sama setelah shalat, ini adalah bid’ah. Karena tidak ada keterangannya dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, tidak dari shahabatnya dan tidak dari kurun-kurun yang utama bahwa dahulu mereka berdoa secara bersama-sama, dimana sang imam mengangkat kedua tangannya, kemudian para makmum mengangkat tangan-tangan mereka, sang imam berdoa dan para makmum juga berdoa bersama-sama dengan imam. Ini termasuk perkara bid’ah.
Adapun setiap orang berdoa tanpa mengeraskan suara atau membuat kebisingan hal ini tidaklah mengapa, apakah sesudah shalat wajib atau sunnah.

Sumber :
Majmu' Fatawa Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan (2/680)
http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=27

Diperbolehkan mengkopi artikel dengan menyertakan sumbernya.

Jumat, 28 Januari 2011

Surat Untuk Calon Isteriku..


Assalamualaykum..

Memakai Jam Tangan di Tangan Kanan atau Kiri? (Fatwa Syaikh Al-Utsaimin)


Pertanyaan:
“Ada hadits dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang menganjurkan untuk mendahulukan kanan dalam hal kebaikan, seperti masuk masjid, memakai sandal. Tetapi bagaimanakah jika yang kita pakai itu sesuatu yang tidak berpasangan seperti jam tangan?Manakah yang lebih utama, antara kanan dan kiri untuk jam tangan?”

Jawaban:
Ketika jam tangan muncul pertama kali dikenal, orang-orang memakainya di tangan sebelah kiri dengan maksud agar tidak ada sesuatu pun di tangan kanan yang akan mengganggu geraknya. Pada umumnya, gerakan tangan kanan lebih banyak daripada tangan kiri, sehingga orang-orang pun memakaianya di tangan kirinya supaya lebih leluasa untuk bergerak. Selain itu, kerana tangan kanan sering digunakan untuk beraktivitas sehingga dikhawatirkan jam tangan bisa rusak jika dikenakan di tangan kanan, misalnya terbentur sesuatu. Sehingga orang-orang lebih suka mengenakan jam tangannya di tangan sebelah kiri. Ada sebagian orang yang menyangka bahawa yang terbaik dan lebih utama mengenakan jam tangan di tangan sebelah kanan, mengingat terdapat dalil yang menunjukkan anjuran mengutamakan tangan kanan. Akan tetapi sangkaan ini tidaklah benar kerana terdapat hadits yang menunjukkan bahawa Nabi memasang cincinnya di jari tangan kanan. Dan terkadang beliau memasang cincinnya di jari tangan kiri. Boleh jadi mengenakan cincin dengan jari tangan kiri itu lebih utama agar tangan kanan bisa dengan mudah melepas cincin jika diperlukan.

Kembali pada masalah jam tangan, kita bisa menyamakannya dengan cincin. Sehingga tidak ada kelebihan tangan kanan ataupun tangan kiri dalam mengenakan jam tangan. Ada kelonggaran dalam masalah ini. Kita boleh mengenakan jam tangan di tangan kanan, dan boleh juga di tangan kiri. (lihat Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin Cetakan Dar wathan Juz 7 hal 18.

Kamis, 27 Januari 2011

Memakai Jam Tangan di Kanan (Fatwa Syaikh Al-Albani)


Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Kami melihat sebagian orang memakai jam tangan di tangan kanan, dan mereka berkata bahwa yang demikian itu sunnah, ada dalilnya ?

Jawaban
Kami berpegang teguh dalam masalah ini dengan kaidah umum yang terdapat dalam hadits Aisyah di dalam Ash-Shahih, ia berkata.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam menyukai menggunakan (mendahulukan) kanan damam segala sesuatu, yaitu ketika bersisir, bersuci, dan dalam setiap urusan”Dan kami tambahkan dalam hal ini, hadits lain yang diriwayatkan dalam Ash-Shahih, bahawa beliau Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Yahudi tidak mencelup (menyemir) rambut-rambut mereka, karena itu berbedalah dengan mereka, dengan cara menyermir rambut kalian”.

Juga hadits yang lain yang di dalamnya terdapat perintah untuk berbeda dengan musyrikin.

Maka dari hadits-hadits tersebut dapat kami simpulkan bahawa disunnahkan bagi seorang muslim untuk bersemangat dalam membedakan diri dengan orang-orang kafir.

Dan sepatutnyalah untuk kita ingat bahawa membedakan diri dari orang kafir, mengandung arti bahawa kita dilarang mengikuti adat kebiasaan mereka. Maka tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyerupai orang kafir, dan sudah selayaknya bagi kita untuk selalu tampil beda dengan orang-orang kafir.

Di antara adat kebiasaan orang kafir adalah memakai jam tangan di tangan kiri, padahal kita mendapatkan pintu yang teramat luas di dalam syari’at untuk menyelisihi adat ini. Walhasil mengenakan jam tangan di tangan kanan merupakan pelaksanaan kaidah umum, yaitu (mendahulukan) yang kanan [1], dan juga kaidah umum yang lain yaitu membedakan diri dengan orang-orang kafir.

[Disalin dari buku Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani Hafidzzhullah, Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]
_________
Foote Note
[1]. Yaitu di dalam hal-hal yang baik dan mulia, sebagai pemuliaan anggota tubuh bagian kanan.